Minggu, 15 November 2015

Hari Sumpah Pemuda, Buruh Unjuk Rasa Tolak Upah Murah

TEMPO.CO, Yogyakarta - Sekitar seribu buruh di Yogyakarta akan menggelar aksi turun ke jalan menolak kebijakan upah murah bertepatan dengan peringatan Hari Sumpah Pemuda Rabu, 28 Oktober 2015.

Aktivis Aliansi Buruh Yogyakarta, Kirnadi, menuturkan aksi turun ke jalan itu akan dimulai dari titik kumpul dari Abu Bakar Ali lalu ke Malioboro dan memusat di kantor Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta di Kepatihan.

"Aksi turun ke jalan ini sebagai aksi lanjutan dari surat resmi yang kami kirimkan kepada gubernur kemarin, agar tidak ada lagi upah murah bagi buruh," ujar Kirnadi, Selasa, 27 Oktober 2015.

Massa buruh yang terlibat berasal dari berbagai sektor industri di Yogyakarta. Kirnadi menuturkan aksi turun ke jalan sebagai sikap buruh menolak upah murah baik yang dihitung Dewan Pengupahan melalui survei kebutuhan hidup layak (KHL) juga penerapan formula perhitungan upah baru oleh pemerintah pusat. "Hasilnya sama saja, upah tetap murah dihitung dengan survei atau tidak," ujar Kirnadi.

Ketua Serikat Pekerja Seluruh Indonesia Kota Yogyakarta Santoso belum memutuskan apakah organisasinya akan bergabung dengan massa buruh lain yang akan menggelar aksi turun ke jalan menolak upah murah.

"Meskipun kami kecewa sekali hasil survei KHL kota kemarin hanya mentok di angka Rp 1,4 juta, itu terlalu jauh dari upah minimum harapan kami," ujar Santoso. Upah minimum kota Yogyakarta saat ini Rp 1,3 juta, tertinggi dibanding kabupaten lain di DIY.

Santoso menuturkan, karena survei KHL belum disampaikan pada gubernur, pihaknya masih berusaha menego ulang dengan Dewan Pengupahan terutama pemerintah kota.

Pada Kamis, 29 Oktober 2015, perwakilan SPSI Kota Yogyakarta yang mewakili 8.000 buruh itu rencananya akan bertemu Wali Kota Yogyakarta untuk merembuk hasil survei KHL. "Kami berusaha bisa di angka minimal Rp 1,6 juta, itu yang realistis dengan fluktuasi harga kebutuhan pokok," ujar Santoso.(Pribadi Wicaksono)


Analisa Kasus
Kutipan berita di salah satu portal media online terkait demo buruh yang belum lama ini terjadi sudah menjadi berita yang setiap tahun selalu menjadi headline dimana-mana. Tidak hanya di Yogyakarta saja seperti kasus diatas, namun di hampir seluruh provinsi di Indonesia. Hal yang menjadi tuntutan para buruh tersebut juga tidak jauh-jauh dari kesejahteraan dan upah atau gaji.

Sebetulnya hal tersebut cukup wajar, mengingat setiap tenaga kerja pasti menginginkan kesejahteraan dan upah yang "lebih". Hal tersebut sesuai dengan teori motivasi kerja menurut Higiene yang dikelompokkan menjadi dua, yaitu teori kepuasan (content theory) dan teori proses (process theory) yang mana cakupannya terdapat faktor isi pekerjaan (job content), yang berkaitan langsung antara tenaga kerja dengan pekerjaan itu sendiri  yang meliputi tanggung jawab, prestasi dll dan faktor higienis (hygiene factor) yang merupakan faktor yang dapat diwujudkan seperti gaji, kondisi kerja, kebijakan perusahaan dll.

Hal tersebut juga merupakan kebutuhan untuk aktualisasi diri (self-actualization) mereka yang menginginkan untuk dapat dihargai dengan layak. Faktor kepuasan kerja juga sangat terkait mengingat gaji juga merupakan penentu kepuasan kerja.

Namun, kembali lagi kita harus  mengintrospeksi diri sendiri, apakah kualitas yang kita miliki sesuai dengan apa yang kita tuntutkan. Kita juga harus mengintrospeksi diri, apakah selama ini kita sudah menjalankan pekerjaan kita dengan baik? Apakah kita sudah menempatkan tanggung jawab diatas hak-hak kita? Kita juga tidak bisa men-judge pemerintah begitu saja apalagi hingga mengancam melakukan mogok kerja dan mengganggu kepentingan dan hak orang lain. Kasus seperti ini akan terus terjadi setiap tahun jika tidak adanya kesadaran individu, tidak ada komunikasi yang baik antara perusahaan-tenaga kerja, kebijakan pemerintah-tenaga kerja atau sebaliknya.

0 komentar :

Posting Komentar