Minggu, 13 November 2016

ANALISIS PAPER

A. Tahap Analisis Teknik
1. Identifikasi masalah
Anak yang tergolong anak usia dini adalah anak yang baru dilahirkan sampai berumur 6 tahun. Kita sudah bisa mengenali karakteristik, psikis, sosial dan moral seseorang sejak dia masih dalam masa kanak-kanak. Maka dari itulah masa usia dini disebut dengan masa emas (golden age) karena pada masa ini anak mengalami perkembangan yang kritis dan rentan. Masa usia emas (golden age) pada perkembangan anak terjadi pada masa usia prasekolah dimana 80% perkembangan kognitif telah dicapai pada masa ini. Pada usia 4 tahun, kecerdasan anak mencapai 50 persen sedangkan pada usia 8 tahun kapasitas kecerdasan anak yang sudah terbangun dapat mencapai 80 persen. Kecerdasan seorang anak dapat dilihat dengan salah satunya yaitu memperhatikan tingkat Intelligence Quotient-nya (IQ). IQ atau singkatan dari Intelligence Quotient, adalah skor yang diperoleh dari sebuah alat tes kecerdasan. IQ dapat diukur dengan mengggunakan alat tes intelegensia standar yang mencakup kemampuan verbal dan noverbal, termasuk memori, bahasa, problem solving, pemahaman konsep, persepsi, pengolahan infomasi, kemampuan berhitung dan kemampuan abstraksi. Tes IQ untuk anak usia dini umumnya berupa puzzle atau permainan balok-balok dan juga mengenal benda (gambar benda). Dewasa ini, tes IQ masih dilakukan secara manual dengan membacakan semua soal kepada peserta tes. Selain itu, hasil dari tes tersebut baru diketahui oleh peserta tes setelah beberapa hari karena harus jawaban dari peserta tes diperiksa secara manual. Dengan adanya bantuan komputer, tes IQ diharapkan dapat dilakukan tanpa membacakan soal kepada peserta tes dan hasil dari tes tersebut dapat dilihat oleh peserta tes tanpa membutuhkan waktu yang lama.


2. Analisis masalah
Tes IQ pada anak usia dini sudah seringkali dilakukan. Namun, tes IQ tersebut masih dilakukan secara manual dengan membacakan semua soal kepada peserta tes. Selain itu, hasil dari tes tersebut baru akan diketahui oleh peserta tes setelah beberapa hari karena harus diperiksa secara manual. Tentunya hal tersebut tidak efisien dari segi waktu pengerjaan tes. Berdasarkan permasalahan tersebut, peneliti yang merupakan mahasiswa Fakultas Pendidikan Teknik Informatika dari Universitas Pendidikan Ganesha  mempunyai usulan solusi untuk mengembangkan perangkat lunak yaitu aplikasi tes IQ pada anak usia dini berbasis web. Usulan solusi dalam aplikasi tes IQ pada anak usia dini berbasis web ini diterapkan untuk memudahkan psikolog dalam memberikan tes IQ serta memudahkan pengguna dalam menjawab soal yang akan memperoleh hasil dihari itu juga. Dengan web ini diharapkan dapat membantu dalam pengerjaan tes IQ pada anak usia dini bagi yang memerlukan. Oleh karena itu, akan dilakukan pengembangan Aplikasi Tes IQ pada anak usia dini mengunakan proses SDLC (System Development Life Cycle) dengan model waterfall yaitu model yang bersifat sistematis dan berurutan dalam membangun perangkat lunak, mulai dari tahap analisis, desain, implementasi, testing, operation, dan maintenance. Tahap pertama yang dilakukan adalah mencari dan mengumpulkan kebutuhan secara lengkap kemudian dianalisis dan didefinisikan yang merupakan bagian dari requirements analysis and definition (analisis kebutuhan dan definisi) pada model tersebut. Pada tahap ini, penulis melakukan referensi mengenai teori-teori yang diperlukan dan bagaimana menerapkannya dalam Aplikasi yang berbasis Web. Tes IQ yang akan diaplikasikan ke basis Web ini sendiri adalah The Coloured Progressive Matrices (CPM) Test yang dikembangkan oleh J. C. Raven. Tes ini dirancang untuk digunakan bagi anak-anak serta untuk keperluan-keperluan klinis. Materi tes metode CPM terdiri dari 36 item/gambar. Aitem ini dikelompokkan menjadi 3 kelompok atau 3 set yaitu set A, set AB dan set B dengan tingkat kesulitan soal yang berurutan.

3. Analisis kebutuhan : data, fungsional dan non fungsional
Dalam pengembangan aplikasi ini, peneliti menggunakan DFD (Data Flow Diagram). Data Flow Diagram adalah suatu model logika data atau proses yang dibuat untuk menggambarkan dari mana asal data kemana tujuan data yang keluar dari sistem, dimana data disimpan, proses apa yang menghasilkan data tersebut, bagaimana interaksi antara data yang tersimpan, serta proses apa yang dikenakan pada data tersebut.

B. Tahap Perancangan
Tahap perancangan adalah kelanjutan proses analisis kebutuhan sistem, pada tahap ini rencana lebih detail untuk pengimplementasian dipersiapkan sehingga sistem yang dihasilkan akan berjalan baik sesuai yang diharapkan.
Pada jurnal ini menggunakan perancangan arsitektur perangkat lunak dan perancangan struktur menu perangkat lunak.

1. Perancangan Arsitektur Perangkat Lunak
Perancangan ini menggambarkan bagian-bagian modul, struktur ketergantungan antar mdoul, dan hubungan antar modul dari perangkat lunak yang dibangun. Berikut rancangan arsitektur perangkat lunak yang dibangun:

2. Perancangan Struktur Tabel dan Menu Perangkat Lunak
Struktur tabel adalah sebuah katalog dari elemen-elemen data dalam sebuah sistem. Perancangan struktur tabel dimaksudkan untuk mempermudah dalam mengetahui apa saja yang terkandung dalam tiap-tiap elemen data. Tabel yang digunakan dalam pembuatan sistem ini terdiri dari tabel soal, tabel jawaban peserta, dan tabel penilaian. Selain itu terdapat pula perancangan menu yaitu perancangan antar muka pilihan perintah pada program aplikasi untuk mengoperasikan dan memudahkan pemakai dalam menjalankan program. Pada perancangan menu akan terbagi menjadi tiga menu, yaitu menu untuk peserta, menu untuk instansi, dan menu untuk psikolog.
Kedua perancangan ini merupakan tahap pendefinisian dari keutuhan-keutuhan fungsional dalam suatu tahap pengembangan sistem. Kebutuhan-kebutuhan fungsional yang dimaksud adalah isi file atau struktur dari tiap-tiap file yang diidentifikasi.

3. Perancangan Interface
Perancangan ini digunakan untuk media komunikasi antara user dan program, serta merupakan tahap akhir dari perancangan sistem, yaitu merancang form dan menu yang ada pada program serta menghubungkan ke tabel database sehingga program  data berjalan dengan baik. Pada aplikasi ini interface akan terbagi menjadi berupa tampilan input dan tampilan output.


DAFTAR PUSTAKA

Fitrianingsih, N. K., Darmawiguna, I. G. M., & Santyadiputra, G. S. (2015). Pengembangan Aplikasi Tes IQ (INTELLIGENCE QUOTIENT) Pada Anak Usia Dini Berbasis Web. Kumpulan Artikel Mahasiswa Pendidikan Teknik Informatika (KARMAPATI). Volume 4 (4).

ANALISIS PAPER

Rangkuman Paper
Jurnal yang berjudul Pengembangan Aplikasi Tes IQ (INTELLIGENCE QUOTIENT) Pada Anak Usia Dini Berbasis Web ini berisi mengenai penelitian yang dilakukan oleh tiga mahasiswa Jurusan Pendidikan Teknik Informatika Universitas Pendidikan Ganesha, Singaraja, Bali, yang bernama Ni Komang Fitrianingsih, I Gede Mahendra Darmawiguna, dan Gede Saindra Santyadiputra. Penelitian yang dilakukan oleh ketiga mahasiswa tersebut berupa pengembangan dari aplikasi tes IQ pada anak usia dini yang berbasis website sehingga tes tersebut tidak lagi diadakan secara manual. Tes IQ pada anak umumnya berupa puzle atau permainan balok- balok dan juga mengenal benda (gambar benda). Tes IQ masih dilakukan secara manual dengan membacakan semua soal kepada peserta tes. Selain itu, hasil dari tes tersebut baru diketahui oleh peserta tes setelah beberapa hari karena harus diperiksa secara manual.
Melihat kondisi seperti itu maka, peneliti dalam jurnal ini mengembangakan sebuah aplikasi tes IQ pada anak usia dini berbasis web. Sehingga tes IQ untuk anak usia dini tidak lagi dilakukan secara manual. Dengan adanya bantuan komputer, tes IQ dapat dilakukan tanpa membacakan soal kepada peserta tes dan hasil dari tes tersebut dapat dilihat oleh peserta tes.
Tes IQ yang digunakan ialah tes CPM atau Colour Progressive Matrics. Tes ini dikembangkan oleh J. C. Raven dan dirancang untuk digunakan bagi anak-anak serta untuk keperluan-keperluan klinis. Materi tes metode CPM terdiri dari 36 item/gambar. Item ini dikelompokkan menjadi 3 kelompok atau 3 set yaitu set A, set AB dan set B dengan tingkat kesulitan soal yang berurutan.
Penelitian tersebut bertujuan untuk merancang dan mengimplementasikan aplikasi tes IQ berbasis web, serta mengetahui respon anak usia dini terhadap aplikasi tersebut. Pengembangan aplikasi tes IQ (Intelligence Quotient) pada anak usia dini berbasis Web ini mengunakan proses SDLC (System Development Life Cycle) dengan model waterfall yaitu model yang bersifat sistematis dan berurutan dalam membangun perangkat lunak, mulai dari tahap analisis, desain, implementasi, testing, operation, dan maintenance. Selain itu juga menggunakan siklus hidup pengembangan perangkat lunak dalam bentuk sekuensial linier atau model air terjun. Fitur utama dari aplikasi ini adalah beberapa gambar puzzel berdasarkan aspek yang diterapkan dalam ilmu psikologi.
Berdasarkan analisis terhadap aplikasi ini, terdapat proses-proses yang akan diimplementasikan, yaitu:
1. Aplikasi dapat melakukan validasi login administrator.
2. Aplikasi dapat melakukan validasi pendaftaran peserta tes.
3. Aplikasi dapat melakukan pengelolaan data peserta.
4. Aplikasi dapat melakukan pengelolaan data soal.
5. Aplikasi dapat melakukan pengelolaan detail tes.
6. Aplikasi dapat melakukan pengelolaan tes online.
7. Aplikasi dapat memperlihatkan hasil tes IQ online.
Selain itu juga dijelaskan tujuan pengembangan dari aplikasi ini diantaranya, yaitu:
1. Sistem mampu melakukan validasi login administrator.
2. Sistem mampu melakukan validasi pendaftaran peserta tes.
3. Sistem mampu melakukan pengelolaan data peserta.
4. Sistem mampu melakukan pengelolaan data soal.
5. Sistem mampu melakukan pengelolaan detail tes.
6. Sistem mampu melakukan pengelolaan tes online.
7. Sistem mampu memperlihatkan hasil tes IQ online.
Adapun tujuan lain dalam jurnal ini, yaitu: (1) merancang dan mengimplementasikan aplikasi tes IQ (Intelligence Quotient) pada anak usia dini berbasis web. (2) mengetahui respon anak usia dini terhadap aplikasi tes IQ pada anak usia dini berbasis Web.
Hasil dari penelitian ini yaitu rancangan dan implementasi aplikasi Tes IQ (Intelligence Quotient) Pada Anak Usia Dini Berbasis Web telah berhasil dilakukan. Perancangan dilakukan dengan menggunakan model fungsional berupa DFD (Data Flow Diagram), yang diimplementasikan dalam bahasa pemrograman PHP. Seluruh kebutuhan fungsional telah berhasil diimplementasikan sesuai dengan rancangan.
Peneliti jurnal ini juga melakukan pengujian aplikasi yang dilakukan sesuai dengan tata rancang dan teknik pengujian perangkat lunak dengan menggunakan angket yang telah dirancang. Pengujian dilaksanakan pada Sabtu, 20 Juni 2015 dengan penguji yaitu anak PAUD TK Negeri Pembina Singaraja yang berjumlah 20 orang dan seorang psikolog selaku pengguna administrator. Pengujian tes ini dilakukan dengan tujuan yaitu:
Menguji kebenaran alur web Tes IQ pada anak usia dini berdasarkan rancangan antarmuka.
Mengetahui kebenaran semua tombol navigasi dan penggunaan kursor yang terdapat pada web Tes IQ pada anak usia dini.
Mengetahui respon anak terhadap web Tes IQ pada anak usia dini.
Dari pengujian didapat hasil 75% menyatakan sesuai dan 25% menyatakan tidak sesuai. Hal tersebut menandakan bahwa hasil pengujian mendapatkan hasil positif dan layak dipergunakan. Dengan hasil persentase dari responden sebesar 90,4% menandakan bahwa aplikasi tes IQ ini sudah mampu dikatakan sangat baik dan dapat membantu pengguna atau user.
Berdasarkan hasil pengujian dari aplikasi ini.disimpulkan bahwa aplikasi tes IQ pada anak usia dini dapat berjalan dengan baik dan aplikasi ini membantu melakukan tes IQ secara digital yaitu melalui website serta respon dari pengguna sangat terbantu dengan adanya tes IQ berbasis web ini.

Kelebihan Paper

  1. Berdasarkan hasil dari analisis jurnal, terdapat beberapa kelebihan dari jurnal ini, antara lain :
  2. Metodologi yang digunakan dijelaskan secara rinci dengan dilengkapi ilustrasi sehingga lebih mudah dipahami.
  3. Menyajikan saran untuk peneliti yang akan mengembangkan aplikasi terkait selanjutnya.
  4. Interface yang disajikan di dalam jurnal cukup menarik.
  5. Adanya penjelasan mengenai kelebihan dan kekurangan dari aplikasi tes ini


Kekurangan Paper

  1. Berdasarkan hasil dari analisis jurnal, terdapat pula beberapa kekurangan dari jurnal ini, yaitu :
  2. Kajian teori yang digunakan belum cukup kuat dan terbatas.
  3. Tujuan penelitian tidak diungkapkan secara rinci.
  4. Tes IQ yang diaplikasikan kurang bervariasi.
  5. Pelaksanaan penelitian tidak dijelaskan secara rinci.
  6. Kesimpulan yang dituliskan hanya sebatas keberhasilan aplikasi


DAFTAR PUSTAKA

Fitrianingsih, N. K., Darmawiguna, I. G. M., & Santyadiputra, G. S. (2015). Pengembangan Aplikasi Tes IQ (INTELLIGENCE QUOTIENT) Pada Anak Usia Dini Berbasis Web. Kumpulan Artikel Mahasiswa Pendidikan Teknik Informatika (KARMAPATI). Volume 4 (4).
Tes pada dasarnya adalah suatu pengukuran yang obyektif dan standar terhadap sampel perilaku. Inteligensi adalah kemampuan untuk bertindak secara terarah, berpikir secara rasional, dan menghadapi lingkungannya secara efektif. Secara garis besar dapat disimpulkan bahwa inteligensi adalah suatu kemampuan mental yang melibatkan proses berpikir secara rasional. Menurut Husaini (1978) IQ (Intelligence Quotient) adalah nilai yang diperoleh dari perbandingan umur sebenarnya dikalikan seratus. Pendapat lain dikemukakan oleh Sukardi (1994), yang menyatakan bahwa IQ adalah suatu jenis tes psikologis yang khusus dipergunakan untuk mengukur taraf intelegensi/tingkat kecerdasan seseorang. Tes IQ (Intelligence Quotient) adalah sebuah cara sistematis untuk mengukur tingkat kecerdasan seseorang dengan memberikan pertanyan dan masalah yang telah disusun sedemikian rupa.
Tes IQ banyak digunakan oleh berbagai kalangan, misalnya dalam studi, perusahaan maupun perseorangan. Tes IQ yang biasa dilakukan adalah secara manual yang biasanya membutuhkan waktu yang cukup banyak untuk mengetahui hasil IQ. Namun, IQ hanya memberikan sedikit indikasi mengenai taraf kecerdasan seseorang dan tidak menggambarkan kecerdasan seseorang secara keseluruhan.
IQ dapat diukur dengan mengggunakan alat tes intelegensi standar yang mencakup kemampuan verbal dan non-verbal, termasuk memori, bahasa, problem solving, pemahaman konsep, persepsi, pengolahan infomasi, kemampuan berhitung dan kemampuan abstraksi. Ada beberapa macam tes IQ, diantaranya :

  1. Tes Stanford-Binet
  2. Tes Weschler
  3. CPM (Colour Progressive Matrices)
  4. APM (Advanced Progressive Matrices)
  5. SPM (Standard Progressive Matrices)
  6. Tes CFIT (Culture Fair Intelligence Test)


Tes IQ masih dilakukan secara manual dengan metode membacakan semua soal kepada peserta tes. Selain itu, hasil dari tes tersebut baru diketahui oleh peserta tes setelah beberapa hari karena harus diperiksa secara manual. Namun, saat ini sudah banyak peneliti yang mengembangkan tes IQ berbasis komputer yang tidak menghilangkan kaidah-kaidah psikologis. Tentunya dengan bantuan psikolog sebagai administrator. Dengan adanya bantuan komputer, tes IQ dapat dilakukan tanpa membacakan soal kepada peserta tes dan hasil dari tes tersebut dapat dilihat oleh peserta tes. Tes IQ pun dapat dikemas secara lebih menarik dan berwarna sehingga tidak menimbulkan kejenuhan bagi yang mengerjakan. Skoring pun dapat dilakukan secara lebih praktis dan cepat.

Referensi :
Husaini, M. (1978). Himpunan istilah psikologi. Jakarta: Mutiara
Sukardi, D. K. (1993). Bimbingan dan penyuluhan belajar di sekolah. Surabaya: Usaha Nasional

Selasa, 19 Juli 2016



Assertive training atau latihan keterampilan sosial adalah adalah salah satu dari sekian banyak topik yang tergolong populer dalam terapi perilaku atau terapi behavioristik. Perilaku asertif adalah perilaku antar-perorangan atau interpersonal yang melibatkan aspek kejujuran dan keterbukaan pikiran dan perasaan. menurut Christoff dan Kelly (dalam Gunarsa, 2007) terdapat tiga kategori perilaku asertif. yaitu :
  • Asertif penolakan, contohnya berani mengatakan maaf.
  • Asertif pujian. contohnya dapat mengekspresikan perasaan positif, seperti menghargai, menyukai, mencintai, dan bersyukur.
  • Asertif permintaan, contohnya dapat meminta tolong pada orang lain tanpa paksaan.
Menurut Albertti (dalam Gunarsa, 2007) assertive training adalah prosedur latihan yang diberikan kepada klien untuk melatih perilaku penyesuaian sosial melalui ekspersi diri dari perasaan, sikap, harapan, pendapat, dan haknya. Prosedurnya adalah :
  1. Latihan keterampilan (verbal dan nonverbal), seperti permainan, role play, dan umpan balik.
  2. Mengurangi kecemasan yang diperoleh secara langsung.
  3. Menstukur kembali aspek kognitif. 
 

Pada umumnya, teknik yang dilakukan untuk latihan asertif, berdasarkan pada prosedur belajar dalam diri seseorang yang perlu diubah, diperbaiki, dan diperbarui. Tujuan dari latihan asertif, agar individu belajar bagaimana mengganti suatu respon yang tidak sesuai, dengan respon baru yang sesuai. Latihan asertif menurut Corey (dalam Gunarsa, 2007) dapat bermanfaat untuk digunakan pada klien yang bermasalah dalam :
  • Tidak bisa mengekspresikan kemarahan atau perasaan tersinggung.
  • Mengalami kesulitan untuk mengatakan "tidak".
  • Terlalu halus dalam membiarkan orang yang ingin mengambil keuntungan.
  • Mengalami kesulitan untuk mengekspresikan afeksi dan respon lain yang positif.
  • Merasa tidak memiliki hak untuk mengekspresikan, pikiran, dan perasaannya.
Referensi :
Gunarsa, S.D. (2007). Konseling dan psikoterapi. Jakarta: Gunung Mulia

Senin, 27 Juni 2016


Terapi behavioristik dapat disebut juga dengan terapi perilaku. Pada dasarnya, terapi behavioristik menekankan prinsip pengondisian klasik dan peran, karena terapi ini berkaitan dengan perilaku nyata. Para terapis mencoba menentukan stimulus yang mengawali respons malasuai (gangguan nonpsikotik) dan kondisi lingkungan yang menguatkan atau mempertahankan perilaku itu. Terapi perilaku bertujuan secara umum untuk menghilangkan perilaku malasuai tersebut.

Adapun kelebihan dari terapi behavioristik antara lain:
  1. Terapis dapat menentukan kriteria keberhasilan dari terapi yang akan dilakukan.
  2. Terapis dapat memberikan pemahaman kepada klien apa yang harus dilakukan demi perubahan perilaku yang lebih baik.
  3. Dapat menggunakan berbagai jenis teknik terapi.
  4. Adanya relasi yang baik antara terapis dan klien.
 

Sedangkan, kekurangannya yaitu:
  1. Terapis lebih dominan dalam terapi sehingga klien kurang aktif terlibat.
  2. Klien dapat mengalami "depersonalized".
  3. Masalah dari klien yang tidak berhubungan dengan perilaku mungkin kurang dapat terselesaikan.
  4. Terapi behavioristik tidak cocok bagi klien yang memiliki masalah dalam pencarian arti dan tujuan hidup. 
Referensi :
Fadhli, A. (2010). Buku pintar kesehatan anak. Yogyakarta: Penerbit Pustaka Anggrek
Gunarsa, S. D. (2007). Konseling dan psikoterapi. Jakarta: Gunung Mulia

Jumat, 29 April 2016

 
Pada artikel sebelumnya, saya telah membahas sedikit mengenai terapi humanistik. Seperti yang sudah diketahui, dasar dari terapi humanistik adalah penekanan keunikan individu serta menemukan perhatian pada kecenderungan alami pertumbuhan dan perwujudan dari  dirinya sendiri. Teknik pendekatan humanistik pada hakikatnya sangat mempercayai bahwa manusia sebenarnya mempunyai potensi untuk memilih dan membuat keputusan bagi dirinya sendiri dan lingkungan. Terapi humanistik lebih menekankan pada pengalaman-pengalaman sadar dan "masa kini", bukan masa lampau.

Carl Rogers


















Pada artikel kali ini, saya akan membahas mengenai salah satu bentuk teknik terapi humanistik yaitu client-centered therapy atau person-centered therapy. Client-centered therapy atau dapat diartikan sebagai terapi yang berpusat pada klien awalnya digunakan oleh Carl Rogers pada tahun 1942. Terapi tersebut membantu pasien untuk lebih menyadari dan menerima dirinya sendiri dengan menciptakan kondisi-kondisi penerimaan dan penghargaan dalam hubungan terapeutik. Fokus dari terapi ini adalah klien. Terapis tidak memimpin atau mengarahkan jalannya terapi alias nondirektif.











Rogers mengemukakan enam syarat client-centered therapy :
  • Terapis menghargai tanggung jawab klien terhadap tingkah lakunya.
  • Terapis mengakui bahwa klien memiliki dorongan menuju independensi dalam dirinya, dan terapis menggunakan kekuatan dorongan tersebut.
  • Menciptakan suasana yang hangat dan kliien diberikan kebebasan untuk mengungkapkan atau tidak mengungkapkan sesuai keinginannya.
  • Membatasi tingkah laku, tetapi bukan sikap.
  • Terapis membatasi kegiatannya untuk menunjukkan penerimaan dan pemahaman terhadap emosi yang diungkapkan klien.
  • Terapis tidak boleh bertanya, menyelidiki, menyalahkan, memberikan penafsiran, memberi nasihat, membujuk atau meyakinkan kembali.
Teknik ini menjadi salah satu teknik favorit saya karena "memanusiakan manusia", dan memberikan kebebasan bagi klien untuk dapat mengatasi masalah dan membuat keputusan sendiri dengan "sedikit" bantuan dari terapis. Sekian sedikit ulasan saya mengenai salah satu teknik terapi humanistik yaitu client-centered therapy.

Referensi :
Riyanti, D.B.P., Prabowo, H. (1998). Psikologi umum 2. Depok: Universitas Gunadarma 
Semiun, Y. (2006). Kesehatan mental 3. Yogyakarta: Kanisius. 

Jumat, 22 April 2016

 

Pada tulisan saya kali ini akan membahas terapi dengan menggunakan pendekatan humanistik. Adapun dasar dari terapi humanistik adalah penekanan keunikan individu serta menemukan perhatian pada kecenderungan alami pertumbuhan dan perwujudan dirinya. Teknik pendekatan humanistik pada hakikatnya sangat mempercayai bahwa manusia mempunyai potensi untuk memilih dan membuat keputusan bagi dirinya sendiri dan lingkungan. Salah satu pendekatan yang dikenal dalam terapi humanistik ini adalah terapi yang berpusat pada klien atau client-centered therapy yang dikembangkan oleh Carl Rogers. Adapun tugas dari terapis pada pendekatan ini adalah hanya mempermudah proses individu dalam pemecahan masalahnya sendiri.
 

Tentunya, setiap psikoterapi pasti memiliki sisi kelebihan dan kekurangan, walaupun mungkin sebagian bersifat opini. Adapun kelebihan terapi humanistik menurut saya :
1. Problem solving tetap berada di tangan klien
2. Dapat membentuk kepribadian klien menjadi lebih baik
3. Membangun kepercayaan diri dan kebermaknaan hidup klien
4. Klien menjadi tidak terlalu bergantung pada terapis

Sedangkan, kekurangannya adalah :
1. Memakan waktu yang cukup lama karena cukup banyak fase yang harus dilalui
2. Bahasa yang digunakan terkesan berunsur mistik dan kadang sukar untuk dipahami
3. Terlalu mempercayakan segala sesuatunya pada klien

Itulah sedikit ulasan saya mengenai terapi humanistik.

Referensi :
Riyanti, D.B.P., Prabowo, H. (1998). Psikologi umum 2. Depok: Universitas Gunadarma