1. Sejarah Kesehatan Mental
Secara etimologis, kata "mental" berasal dari bahasa latin, yaitu "mens"
atau "mentis" yang artinya adalah roh, sukma, jiwa, atau nyawa. Dalam bahasa
Yunani, kesehatan terkandung dalam kata hygiene, yang berarti ilmu
kesehatan. Oleh karena itu, kesehatan mental merupakan bagian dari hygiene mental
(ilmu kesehatan mental) (Yusak Burhanuddin, 1999: 9).
Kesehatan mental (mental hygiens) adalah ilmu yang meliputi sistem
tentang prinsip-prinsip, peraturan-peraturan serta prosedur-prosedur
untuk mempertinggi kesehatan rohani (M. Buchori dalam Jalaluddin,2004:
154). Menurut H.C. Witherington, kesehatan mental meliputi pengetahuan
serta prinsip-prinsip yang terdapat lapangan Psikologi, kedokteran,
Psikiatri, Biologi, Sosiologi, dan Agama (M. Buchori dalam
Jalaluddin, 2004: 154).
Sama halnya dengan psikologi yang mempelajari tentang hidup kejiwaan manusia, dan telah berusia sejak hadirnya manusia di dunia, maka masalah kesehatan jiwa telah ada sejak beribu-ribu tahun yang lalu dalam bentuk
pengetahuan yang sederhana.
Beratus-ratus tahun yang lalu, manusia menduga bahwa penyebab dari penyakit mental adalah syaitan-syaitan, roh-roh jahat dan dosa-dosa. Oleh karena itu, para penderita penyakit mental kerap dimasukkan ke dalam penjara-penjara bawah tanah atau dihukum serta diikat erat-erat dengan rantai besi yang berat dan kuat. Namun, perlahan telah muncul usaha-usaha kemanusiaan yang mengadakan perbaikan dalam menanggulangi orang-orang yang mengidap gangguan mental. Philippe Pinel asal Perancis dan William Tuke asal Inggris, Britania Raya adalah salah satu contoh orang yang telah berjasa dalam mengatasi dan menanggulangi orang-orang yang terkena penyakit gangguan mental. Era Pinel dan Tuke ini selanjutnya dikenal dengan masa pra-ilmiah. Hal tersebut dikarenakan mereka hanya melakukan usaha dan praksis tanpa adanya teori-teori yang dikemukakan.
Beratus-ratus tahun yang lalu, manusia menduga bahwa penyebab dari penyakit mental adalah syaitan-syaitan, roh-roh jahat dan dosa-dosa. Oleh karena itu, para penderita penyakit mental kerap dimasukkan ke dalam penjara-penjara bawah tanah atau dihukum serta diikat erat-erat dengan rantai besi yang berat dan kuat. Namun, perlahan telah muncul usaha-usaha kemanusiaan yang mengadakan perbaikan dalam menanggulangi orang-orang yang mengidap gangguan mental. Philippe Pinel asal Perancis dan William Tuke asal Inggris, Britania Raya adalah salah satu contoh orang yang telah berjasa dalam mengatasi dan menanggulangi orang-orang yang terkena penyakit gangguan mental. Era Pinel dan Tuke ini selanjutnya dikenal dengan masa pra-ilmiah. Hal tersebut dikarenakan mereka hanya melakukan usaha dan praksis tanpa adanya teori-teori yang dikemukakan.
Era selanjutnya adalah masa ilmiah, dimana tidak hanya praksis yang
dilakukan tetapi berbagai teori mengenai kesehatan mental mulai dikemukakan.
Masa ini berkembang seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan alam
di Eropa.
Dorothea Dix merupakan seorang pionir wanita asal Amerika dalam usaha-usaha kemanusiaan. Ia berusaha menyembuhkan dan memelihara para penderita penyakit mental dan orang-orang gila. Sangat banyak jasanya dalam memperluas dan memperbaiki kondisi dari 32 rumah sakit jiwa di seluruh negara Amerika bahkan sampai ke Eropa. Atas jasa-jasa besarnya inilah Dix dapat disebut sebagai tokoh besar pada abad ke-19.
Tokoh lain yang banyak pula memberikan jasanya pada ranah kesehatan mental adalah Clifford Whittingham Beers (1876-1943). Beers pernah mengidap sakit mental dan dirawat selama dua tahun di beberapa rumah sakit jiwa. Ia mengalami sendiri betapa kejam dan kerasnya perlakuan serta cara penyembuhan atau pengobatan dalam asylum-asylum tersebut. Seringkali, Ia didera dengan pukulan-pukulan serta jotosan-jotosan. Ia juga menerima hinaan-hinaan yang menyakitkan hati dari perawat-perawat yang kejam. Dan masih banyak lagi perlakuan-perlakuan kejam yang tidak berperi-kemanusiaan dialami Whittingham ketika berada di rumah sakit jiwa tersebut. Setelah dirawat selama dua tahun, beruntung Beers akhirnya bisa sembuh.
Dalam bukunya yang berjudul "A Mind That Found Itself", Beers tidak hanya melontarkan tuduhan-tuduhan terhadap tindakan-tindakan kejam dan tidak berperi-kemanusiaan dalam asylum-asylum tadi, tapi juga menyarankan program-program perbaikan yang definitif pada cara pemeliharaan dan cara penyembuhannya. Pengalaman pribadinya itu meyakinkan Beers bahwa penyakit mental dapat dicegah. Bahkan, pada banyak peristiwa penyakit tersebut dapat disembuhkan pula. Oleh karena keyakinan ini, Beers kemudian menyusun sebuah program nasional, yang berisi :
Dorothea Dix merupakan seorang pionir wanita asal Amerika dalam usaha-usaha kemanusiaan. Ia berusaha menyembuhkan dan memelihara para penderita penyakit mental dan orang-orang gila. Sangat banyak jasanya dalam memperluas dan memperbaiki kondisi dari 32 rumah sakit jiwa di seluruh negara Amerika bahkan sampai ke Eropa. Atas jasa-jasa besarnya inilah Dix dapat disebut sebagai tokoh besar pada abad ke-19.
Tokoh lain yang banyak pula memberikan jasanya pada ranah kesehatan mental adalah Clifford Whittingham Beers (1876-1943). Beers pernah mengidap sakit mental dan dirawat selama dua tahun di beberapa rumah sakit jiwa. Ia mengalami sendiri betapa kejam dan kerasnya perlakuan serta cara penyembuhan atau pengobatan dalam asylum-asylum tersebut. Seringkali, Ia didera dengan pukulan-pukulan serta jotosan-jotosan. Ia juga menerima hinaan-hinaan yang menyakitkan hati dari perawat-perawat yang kejam. Dan masih banyak lagi perlakuan-perlakuan kejam yang tidak berperi-kemanusiaan dialami Whittingham ketika berada di rumah sakit jiwa tersebut. Setelah dirawat selama dua tahun, beruntung Beers akhirnya bisa sembuh.
Dalam bukunya yang berjudul "A Mind That Found Itself", Beers tidak hanya melontarkan tuduhan-tuduhan terhadap tindakan-tindakan kejam dan tidak berperi-kemanusiaan dalam asylum-asylum tadi, tapi juga menyarankan program-program perbaikan yang definitif pada cara pemeliharaan dan cara penyembuhannya. Pengalaman pribadinya itu meyakinkan Beers bahwa penyakit mental dapat dicegah. Bahkan, pada banyak peristiwa penyakit tersebut dapat disembuhkan pula. Oleh karena keyakinan ini, Beers kemudian menyusun sebuah program nasional, yang berisi :
- Perbaikan dalam metode pemeliharaan dan penyembuhan para penderita mental.
- Kampanye memberikan informasi-informasi agar orang mau bersikap lebih inteligen dan lebih human atau berperikemanusiaan terhadap para penderita penyakit emosi dan mental.
- Memperbanyak riset untuk menyelidiki sebab-musabab timbulnya penyakit mental dan mengembangkan terapi penyembuhannya.
- Memperbesar usaha-usaha edukatif dan penerangan guna mencegah timbulnya penyakit mental dan gangguan-gangguan emosi.
Psikolog besar William James dan Adolf Meyer sangat terkesan oleh
uraian dari Beers tersebut. Maka, akhirnya Adolf Meyer-lah yang menyarankan
agar ”Mental Hygiene” dipopulerkan sebagai sebuah gerakan kemanusiaan yang
baru. Kemudian, pada tahun 1908 terbentuklah organisasi Connectitude Society
for Mental Hygiene. Selanjutnya, pada tanggal 19 Februari 1909 berdirilah The National
Committee for Mental Hygiene, dimana Beers sendiri berdiri sebagai sekretaris di dalamnya
hingga akhir hayatnya.
Organisasi tersebut bertujuan :
- Melindungi kesehatan mental masyarakat.
- Menyusun standar perawatan terhadap para pengidap gangguan mental.
- Meningkatkan studi tentang gangguan mental dalam segala bentuknya dan berbagai aspek yang terkait dengannya.
- Menyebarkan pengetahuan tentang kasus gangguan mental, pencegahan dan pengobatannya
- Mengkoordinasikan lembaga-lembaga perawatan yang ada.
Secara hukum, gerakan kesehatan mental ini mendapatkan pengukuhan
pada tanggal 3 Juli 1946, yaitu ketika presiden Amerika Serikat
menandatangani "The National Mental Health Act". Dokumen ini merupakan
bluprint yang komprehensif, yang berisi program-program jangka panjang
yang diarahkan untuk meningkatkan kesehatan mental seluruh warga
masyarakat.
Gerakan kesehatan mental ini terus berkembang, sehingga pada tahun 1075
di Amerika Serikat terdapat lebih dari seribu tempat perkumpulan
kesehatan mental. Di belahan dunia lainnya, gerakan ini dikembangkan
melalui ”The World Federation For Mental Health” dan “The World Health
Organization”.
2. Konsep Sehat
Kata "sehat" merupakan serapan dari bahasa Arab yaitu "ash-shihhah"
yang berarti sembuh, sehat, selamat dari cela, nyata, benar, dan sesuai
dengan kenyataan. Kata sehat dapat diartikan pula sebagai : (1) dalam keadaan
baik segenap badan serta bagian-bagiannya (bebas dari sakit), waras, (2)
mendatangkan kebaikan pada badan, serta (3) sembuh dari sakit.
Dalam bahasa Arab terdapat sinonim atau persamaan kata dari kata "ash-shihhah" yaitu "al-'afiah" yang berarti "ash-shihhah at-tammah" atau sehat yang sempurna. Kata "ash-shihhah" dan "al-'afiah" tersebut sering digabungkan menjadi satu kata yaitu "ash-shihhah wa al-’afiah", yang dalam bahasa Indonesia menjadi "sehat wal-afiat" atau artinya sehat secara sempurna.
Dalam bahasa Arab terdapat sinonim atau persamaan kata dari kata "ash-shihhah" yaitu "al-'afiah" yang berarti "ash-shihhah at-tammah" atau sehat yang sempurna. Kata "ash-shihhah" dan "al-'afiah" tersebut sering digabungkan menjadi satu kata yaitu "ash-shihhah wa al-’afiah", yang dalam bahasa Indonesia menjadi "sehat wal-afiat" atau artinya sehat secara sempurna.
Kata sehat menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah suatu
keadaan/ kondisi seluruh badan serta bagian-bagiannya terbebas dari
sakit. Mengacu pada Undang-Undang (UU) Kesehatan No. 23 tahun 1992, sehat
adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan
seseorang dapat hidup secara sosial dan ekonomis. Mengenai konsep "sehat", World Health Organization
(WHO) merumuskan dalam cakupan yang sangat luas, yaitu "keadaan yang
sempurna baik fisik, mental maupun sosial, tidak hanya terbebas dari
penyakit atau kelemahan/cacat". Dalam definisi ini, sehat bukan sekedar
terbebas dari penyakit atau cacat, namun juga orang yang tidak berpenyakit pun
tentunya belum tentu dikatakan sehat. Orang tersebut semestinya dalam keadaan yang
sempurna, baik fisik, mental, maupun sosial.
Pengertian sehat yang dikemukan oleh WHO ini merupakan suatu
keadaan ideal, dari sisi biologis, psikologis, dan sosial sehingga
seseorang dapat melakukan aktifitas secara optimal. Definisi sehat yang
dikemukakan oleh WHO mengandung 3 karakteristik yaitu :
- Merefleksikan perhatian pada individu sebagai manusia.
- Memandang sehat dalam konteks lingkungan internal dan ektersnal.
- Sehat diartikan sebagai hidup yang kreatif dan produktif.
- Sehat bukan merupakan suatu kondisi tetapi merupakan penyesuaian, dan bukan merupakan suatu keadaan tetapi merupakan proses dan yang dimaksud dengan proses disini adalah adaptasi individu yang tidak hanya terhadap fisik mereka tetapi terhadap lingkungan sosialnya.
Jadi, dapat dikatakan bahwa batasan sehat menurut WHO meliputi fisik, mental, dan sosial, sedangkan batasan sehat menurut Undang-Undang (UU) Kesehatan meliputi
fisik (badan), mental (jiwa), sosial dan ekonomi. Sehat fisik yang
dimaksud disini adalah tidak merasa sakit dan memang secara klinis tidak
sakit, semua organ tubuh normal dan berfungsi normal dan tidak ada
gangguan fungsi tubuh. Sehat mental (jiwa), mencakup :
- Sehat Pikiran tercermin dari cara berpikir seseorang yakni mampu berpikir secara logis (masuk akal) atau berpikir runtut
- Sehat Spiritual tercerimin dari cara seseorang dalam mengekspresikan rasa syukur, pujian, atau penyembahan terhadap pencinta alam dan seisinya yang dapat dilihat dari praktek keagamaan dan kepercayaannya serta perbuatan baik yang sesuai dengan norma-norma masyarakat.
- Sehat Emosional tercermin dari kemampuan seseorang untuk mengekspresikan emosinya atau pengendalian diri yang baik.
- Sehat Sosial adalah kemampuan seseorang dalam berhubungan dengan orang lain secara baik atau mampu berinteraksi dengan orang atau kelompok lain tanpa membeda-bedakan ras, suku, agama, atau kepercayaan, status sosial, ekonomi, politik.
- Sehat dari aspek ekonomi yaitu mempunyai pekerjaan atau menghasilkan secara ekonomi. Untuk anak dan remaja ataupun bagi yang sudah tidak bekerja maka sehat dari aspek ekonomi adalah bagaimana kemampuan seseorang untuk berlaku produktif secara sosial.
3. Perbedaan Konsep Kesehatan Mental Barat dan Timur
Model-model
kesehatan muncul karena banyaknya asumsi mengenai kesehatan, seperti
halnya model kesehatan dari Barat dan juga Timur. Akan tetapi, dalam
model-model itu terdapat variasi yang disebabkan karena adanya perbedaan
budaya di antara model-model tersebut.
Model kesehatan barat dapat dibedakan sebagai berikut :
1. Model Biomedis (Freund, 1991) memiliki 5 asumsi :
- Terdapat perbedaan yang nyata antara tubuh dan jiwa sehingga penyakit diyakini berada pada suatu bagian tubuh tertentu.
- Penyakit dapat direduksi pada gangguan fungsi tubuh, baik secara biokimia atau neurofisiologis.
- Setiap penyakit disebabkan oleh suatu agen khusus yang berpotensi dapat diidentifikasi.
- Melihat tubuh sebagai suatu mesin.
- Konsep tubuh adalah objek yang perlu diatur dan dikontrol.
2. Model Psikiatris, merupakan model yang berkaitan dengan model biomedis. Model ini masih mendasarkan diri pada pencarian bukti-bukti fisik dari suatu oenyakit dan penggunaan treatment fisik obat-obatan atau pembedahan untuk mengoreksi abnormalitas.
3. Model Psikosomatis
(Tamm, 1993), merupakan model yang muncul karena adanya ketidakpuasan
terhadap model biomedis. Model ini menyatakan bahwa tidak ada penyakit
somatik yang tanpa disebabkan oleh antesenden emosional atau sosial.
Sebaliknya, tidak ada penyakit psikis yang tidak disertai oleh
simtom-simtom somatik.
Model kesehatan timur umumnya disebut sebagai model kesehatan holistik (Joesoef, 1990) yang lebih menekankan pada keseimbangan (Helman, 1990). Perawat menggunakan model kesehatan holistik untuk membantu dalam
pemulihan klien menyertakan terapi relaksasi, terapi musik, sentuhan
terapeaotik dan imajinasi. Perawat menggunakannya secara ekslusif atau
berdampingan dengan pengobatan konvensional.
Referensi pustaka :
Whitbourne, Halgin. 2010. Psikologi Abnormal. Jakarta : Salemba Humanika
Kholil Rochman Lur. 2010. Kesehatan Mental.
Purwokerto : Fajar Media Press
Semiun, Yustinus. 2006. Kesehatan Mental 1. Yogyakarta : Kanisius.
http://www.psychoshare.com/file-243/psikologi-klinis/sejarah-pergerakan-kesehatan-mental.html (diakses 19 Maret 2015).
http://www.uin-alauddin.ac.id/artikel-79-konsep-sehat-dan-sakit.html (diakses 19 Maret 2015).